Mantra...
Mengingat dari semua hal yang sering kuucapkan, membaca dari semua hal yang pernah kutuliskan terkadang tanpa sadar aku melihat disitu aku sedang "memantrai" diriku sendiri. Tanpa sadar semua hal yang kutulis dan yang kuucapkan dengan hati, baik itu umpatan ataupun perkataan menjadi semacam do'a.
Tidak sedikit yang sepertinya suatu guyonan, namun hal itupun seperti di-aminkan dan berubah menjadi suatu kenyataan.
Jaman sekolah siapa yang tidak akrab dengan alasan sakit, sepeda bocor, dan lain sebagainya saat memberi jawaban yang dinilai paling tepat saat membolos ataupun terlambat ke sekolah. Tapi tanpa sadar justru hal tersebut kerap kali akhirnya dulu menjadi kenyataan.
Contoh lain adalah saat seorang teman yang sudah lama tidak pernah menampakan batang hidungnya, kemudian tiba-tiba nongol dengan indahnya. Biasanya setelah basa-basi yang cukup garing sebagai appetizer, kemudian sebagai main-course adalah pinjam duit (gak semuanya, namun rata-rata begitu). Jawaban yang tepat adalah "maaf sedang tidak punya duit", atau balik berkeluh kesah.
Jurus satu ini biasanya ampuh, dan sang tamu langsung ke dessert-nya yaitu pamit. hehehehe
Namun semakin ke sini kupikir hal tersebut sangat tidak bijak. Terkadang seseorang datang, dan mengatakan hal itu bukannya perkara mudah. Jika memang ada rejeki kenapa tidak mencoba meringankan semampunya, jika memang sedang mepet, kini sering kali kujawab "duit, jujur ada, tapi maaf banget saat ini sayapun sedang membutuhkanya". Sepertinya itu lebih bijaksana dan jujur, jujur padanya, dan juga diri sendiri, karena pernah dengan alasan-alasan ajaib yang kuutarakan, pada akhirnya duit yang kupegang benar-benar habis tak berwujud.
Bagaimana dengan jodoh?
Seperti yang pernah kutulis sebelumnya, hal inipun kurang lebih sama. Saat usiaku masih baru kepala 3 tanpa buntut angka selanjutnya seperti sekarang, saat ada orang bertanya kapan menikah, langsung aku menjawab secepat kilat "bukan urusanmu!!", bahkan pernah suatu dosa yang pernah kulakukan adalah salah seorang kerabat yang dengan panjang kali lebar, dan bernada pedas bertanya tidak sopan padaku,
"Heh kapan kamu nikah? Nunggu apa lagi? Gaji gedhe, kerjaan mapan, gak mikir rumah dsb....", masih ditambah dengan muka menyebalkan, dan tatapan sinis.
Sumpah puedessss kuping ini dengernya, dan spontan semua pertanyaan itu hanya ku jawab dengan...
"Mbak pasti habis makan bangkai tikus!! Mulutmu bau!!", kujawab dengan sorot mata tajam dan bengis.
Dijamin kerabatku satu itu mukanya merah padam, dan menahan amarah serta tangis.
Aku bagai diatas angin, tersenyum penuh kemenangan. Awang dilawan....
Yang ada dalam otakku saat itu adalah, ini adalah waktu atau saat aku benar-benar merasa nyaman dengan pencapaianku.
Dan mungkin itupun menjadi mantra juga bagiku.
Saat itu aku lupa, bahwa saat ada seseorang yang bertanya tentang hal-hal demikian, secara tidak langsung adalah wujud perhatian dia ke aku, harusnya aku senang ada yang mengingatkan.
Ah... menyesal....
Kalo pertanyaan itu kembali muncul jawabku sekarang adalah "Do'akan ya mbak, semoga Allah SWT segera mempertemukanku dengan jodoh yang terbaik Dia pilihkan untuk-ku".
Pasti akan dijawab dengan suara paduan suara.. Amiennnnn....
Bukankah mantra yang bagus...
Semua yang kita ucapkan dan kita tulis, sadar tak sadar menjadi suatu do'a. Jika itu tulisan yang sudah terjadi mungkin hanya sebagai bahan cerita. Namun jika berkenaan dengan harapan, hal yang akan datang, kita tulis di media sosial misalnya, kemudian ada yang memberi tanda jempol (lika), artinya ada penambahan suara yang meyakinkan dari mantra yang kita ucapkan sendiri.
So...???
Mari kita memantrai diri kita dengan kebaikan dan keindahan..
Love You All...
Komentar
Posting Komentar