Melihat Tanpa Menghakimi

Biasanya orang akan lebih mudah untuk melihat persoalan orang lain dari sisi kacamatanya sendiri, sampai lupa bahwa kacamata itu hanya dimensi kecil dengan sudut pandang terbatas, masih juga harus berbagi dengan frame.
Sama halnya denganku, akan mudah "menuduh" dan sok tau bahkan "menghakimi" akan tindakan orang lain, kadang sampai dititik "nyukurke" hahaha..

Ternyata itu sangat salah.
Salah satu contoh misalnya jika ada orang lain yang bisa memiliki suatu barang, yang terlintas adalah "wajar saya dia kaya, dan sebagainya....", padahala ternyata tidak semudah itu ternyata dari apa yang harus dia lakukan untuk mewujudkannya. Mungkin bahkan harus menguras keringat dan darah. 
Sadis ya hehehe..

Ada lagi saat melihat dan menyaksikan kehidupan salah seorang teman misalnya, akan sangat mudah menebak si a bahagia, si b garing, dan sebagainya. Yakin benar begitu? Oh belum tentu, bisa yang aslinya kelihatan bahagia dia tidak bahagia, hanya banyak makan untuk memenuhi asupan gizi, karena konon pura-pura bahagia itu butuh energi banyak.

Bagaimana dengan yang namanya rumah tangga? Jaman sebelum menikah sotoy banget jika melihat atau mendengarkan curhatan salah seorang kawan, seolah paling paham. Dan terkadang tanpa banyak berpikir bisa mengambil kesimpulan, langsung bisa ceramah dari a sampai z, Mamah Dedeh aja kalah sama bacotku jika sudah sok tau..

Sekarang apa yang terjadi denganku sendiri?? Hahahahaha...
Rumah tangga itu ternyata tidak semudah kelihatanya coy.... Dan permasalahanya itu komplek, terkadang harus mengiris hati dan perasaan (jiahh bahasanyaaaaa... sok drama).
Beda dengan salah satu rekan kantorku yang ketika dimintai pendapat, lebih cenderung lama berpikir, gak asal nyablak kayak aku. Dia lebih hati-hati dalam memberikan masukan. Lebih ter struktur ejaan yang disempurnakanya, hasilnya ya itu kelihatan ber-hati-hati dalam bertindak di rumah tangganya, walhasil ya kesannya garing. Wong sudah hati-hati saja sering berantem. Hahahaha tetep aku menghakimi.. 
See...

Jadi, terkadang tidak selamanya lho kita berhak menghakimi seseorang hanya melihat dari permukaan. Dan tidak perlu juga untuk menggunjingkan ketidak sempurnaanya. 
Apapun kehidupan yang dilakoninya. Misal ada orang yang rumah tangganya gagal, jangan terburu-buru berpikir bahwa itu hanya alasan menyelesaikan masalah dengan singkat. Oh Nooo.... 
Bukan berarti saat telah berpisah kemudian tidak ada masalah yang timbul, bisa jadi lebih dahsyat lagi bung. Bahkan kita mungkin tidak tau bahwa mereka aslinya telah berusaha untuk mati-matian, namun sampai akhirnya benar-benar sudah tidak sanggup. Pastinya satu orang dan lainya, satu pasangan dan lainya punya cara beda dalam mensikapi, dan punya titik perih masing-masing. 
Yang merasakan ya mereka, lalu yang menilai orang lain?? 
Sadisssss sekali kesannya...

Sama halnya saat orang belum berumah tangga, jangan langsung menuduh yang bukan-bukan. 
Sekali lagi tiap pilihan hidup itu ada tingkat keunikan, tantangan, bahkan ujian sendiri. Lo pikir jadi bujangan itu mudah? Berat juga cuiiiii....

Kalau sudah begini akhirnya memang jam terbang sebagai "manusia" sedang diuji. Bisa menyelesaikan masalah dengan seharusnya, atau berhenti di tengah jalan. Atau justru memang sebenarnya berhenti di tengah jalan itu adalah jawaban dari permasalahan tersebut.

Well, gak akan berhenti bersyukur dan belajar kepada alam raya.
Inilah mungkin sisa usia yang harus dijalani. Sudah bukan sekedar menjadi Hakim. Tapi menjadi manusia yang bisa melihat, mendengar, dan berbicara dengan lebih arif dan bijaksana...





Komentar

Postingan populer dari blog ini

Filosofi Jawa Yu Beruk..

Basa Jawa Ndeso?