Postingan

Menampilkan postingan dari Agustus, 2013

Bapakku...

Seorang kawan bilang, bahwa seni ketika merawat anak adalah melihat mereka tumbuh, besar, dewasa, dan bisa menjadi seseorang.. Waktu itu aku tanya, bagaimana dengan seni merawat orang tua? Sungguh aku belum pernah tau rasanya merawat anak.. Tapi banyak bilang saat sudah menginjak tua kelakuannya seperti anak-anak. Untuk yang satu itu aku percaya. Seperti saat seorang anak-anak penasaran dengan sebuah mainan, hingga sering kali mainan tersebut menjadi berantakan diutak-atik, sama halnya sebuah radio yang bapak bongkar, atau beberapa jam tangan, jam dinding, bahkan juga televisi yang jangan harap bisa dipasang kembali setelah dibongkar hehehe.. Untuk urusan mandi mungkin juga sama, Bapak kadang mogok gak mau mandi jika kurang ini dan itu yang membuatnya ngambek. Awalnya sering membuatku naik tensi, tapi berjalannya waktu, orang Jawa bilang "sratenane" sudah aku pegang. Bapak itu kalo punya keinginan simple, dan tidak mahal, tapi seringkali mendadak, itu yang jadi masalah.

Itulah teman...

Sebanyak umur yang telah diberikan Tuhan, sebanyak pula datang dan perginya pertemanan. Ketika memiliki akun jejaring sosial dulu, yang dicari adalah teman-teman semasa berjuang mencari arti hidup dan kehidupan... Saat bisa melihat dan kembali menyapa di jejaring sosial seringkali ingatan tentang masa lalu kembali hadir. Tidak semua kenangan itu indah pastinya, bahkan ada beberapa kawan masa laluku adalah orang-orang yang notabene suka "menyiksaku". Aneh mungkin kesannya, tapi justru  teman-teman yang melakukan bully justru sangat santun kepadaku saat bertemu lagi. Padahal seujung kukupun tidak ada rasa dendam terhadap mereka, mungkin jika dulu hidupku terlalu lurus mulus, justru tidak membuatku sekuat sekarang menghadapi dan menjalani hidup. Hal yang paling membuat sering terharu adalah tatkala melihat teman-teman yang sudah sukses menapaki kehidupan, sukses tolok ukurku bukan hanya melimpahnya materi, tapi bahkan yang sederhana tetapi bisa bersyukur dalam kesederhanaany

Nama Panggilang itu....

Tiba-tiba pengen nulis ini, Sesuatu yang tidak disadari, tapi terkadang justru sangat membekas hanya mengingatnya.. Hari ini syawalan sekaligus temu kangen alumni eks.UPW angkatan 95. Beberapa wajah memang sudah tidak asing lagi, tapi semakin tahun semakin banyak dan kadang hadir kawan-kawan lama yg sudah pergi merantau ke negeri seberang mencari penghidupan dan kelayan hidup*halahhhh bahasane... Seringya, dan banyaknya teman terkadang memiliki nama-nama yang sama, namun hal yang unik jika ada teman yang punya nama panggilan unik. Contohnya sahabatku yang bernama Vivi, aku sering panggil dia menthel bahkan crit! Gak tau ya, rasanya enak aja memanggil nama tersebut. Wajah lama yang baru nongol tadi adalah Dewi, tapi dari dulu biasa dipanggil cendol, dan tiba-tiba begitu ketemu ya nama cendol itu yang teringat, belum lagi Marwanti jadi nugnug, dan masih banyak lagi. Di keluarga besarku sendiri sering kali aku di panggil Timbul, bahkan keponakan memanggilku Oom Mbul (jiannnn rakalap t

My Day Mom...

Suasana ruang kelas 3 SDN. Jetisharjo II mendadak riuh, hal ini disebabkan pelajaran sekolah yang tiba-tiba dihentikan, dibarengi dengan masuknya kue tart dari pintu masuk kelas. Aku dan juga teman-teman saling bertanya-tanya ulang tahun siapakah hari tersebut?? Tak lama berselang Pak Guru memanggil.."Endar Heru Purnawan.." Sontak aku menunjuk jari dan berdiri, kemudian aku disuruh ke depan kelas. Jalan dengan bingung aku maju ke depan ruang kelas, beberapa teman berbisik-bisik entah apa yang mereka katakan. Tiba-tiba Ibu masuk sambil membawa beberapa kardus snack serta bingkisan, wajah penuh senyum bahagia tergambar pada raut wajahnya. Ternyata hari tersebut adalah hari ulang tahunku, aku saja tidak mengingatnya, seluruh orang yang ada di ruangan menyelamatiku, pertama-tama Ibu menciumku dan memberi selamat. Selanjutnya acara tiup lilin.. "Ulang Tahun yang keberapa??", Tanya Pak Guru waktu itu. "Yang kesatu", jawabku polos.... Kuliha

Puasa Babe Th 2013

Sampai Ramadhan ini kondisi Bapak masih belum pulih, aktifitas sebagian besar di kamar, hanya di kasur, karena untuk jalan masih kesusahan. 2 hari sebelum Ramadhan Bapak bilang kalo belum sembuh, maka tidak menjalankan ibadah puasa dulu, dan aku mengiyakan, karena memang kondisi beliau.. Aku mengikuti keyakinan untuk berpuasa Ramadhan pada hari Selasa, beda dengan Pemerintah (maklum bukan PNS hehehehe...). Menginjak hari ketiga Ramadhan, Bapak tanya "lho saiki wis poso to? Lha kok aku ra dikandani" "lha katanya kalo belum sembuh gak puasa", jawabku. "lha iki ketoke seumur hidup ra mari iki, sesuk tak poso", gitu kata Bapak. Disatu sisi geli, disisi lain salut dengan tekad Bapak untuk berpuasa. Pagi jelang sahur keesokannya, sekitar jam 2 dini hari Bapak mulai teriak-teriak,  aku kaget terjaga dari tidur bergegas ke kamar Bapak, ternyata Bapak hanya minta sahur, lah Pakkkkk imsyaknya aja masih luamaaaaaa jam 4.20... Dan kata Bapak "ya wis turu

Rasaku...

Lebaran telah berlalu 3 hari yang lalu, suatu kebiasaan lama yang sering kulakukan berubah. Malam takbiran biasanya Ibu sibuk dengan menyiapkan hidangan untuk ber-Lebaran. Segala macam atribut berbau Lebaran selalu ada, namun sudah sejak 2 tahun lalu aku memesan semua hidangan untuk tradisi berlebaran. Walaupun opor, ketupat, dan sambal goreng yang kami pesan enak, tapi masih kurang dengan ketidak hadiran cinta Ibu dimasakkanya. Tahun ini kembali lagi aku memesannya, jika tahun lalu hidangan yang kami makan bukan masakan ibu, tetapi beliau masih menyantapnya di tengah-tengah kami semua, sedangkan tahun ini, aku sangat kehilangan rasa itu, beruntung masih ada Bapak, walaupun dengan kondisinya sekarang... Tradisi nyekar biasanya kami lakukan setelah Sholat Ied, mengantar Ibu ke pemakaman Sendowo, dimana Eyang dimakamkan. Tahun ini giliranku nyekar ke makam ibu. Rasanya sangat berat.. Inilah hidup dan kehidupan, ada yang datang, ada yang pergi, harus mau jatuh, bangun, bangkit, dan se