Bahasa Pemersatu Kami

Cukup lama sebenarnya saat aku harus memutuskan untuk berumah tangga. Hal tersebut disebabkan banyaknya peristiwa-peristiwa dan kejadian dalam berumah tangga yang akhirnya membuatku takut dan ragu untuk melangkah gerbang tersebut.
Salah satu penyebabnya adalah ketakutan akan gambaran keluarga yang garing. Aku tidak bisa menjadi diriku, aku harus selalu tampil di mata istriku sebagai sosok yang rupawan tanpa cela. Hal tersebut diperburuk dengan beragam curhatan dari kawan-kawan terkasih akan problematika rumah tangga mereka.
Sampai satu hal yang aku sadari adalah, bukankah hidup ini memang wahana ketidak pastian.
Bukankah kawan-kawanku seringnya hanya bercerita disaat ada masalah.
Bukankah saat bahagia aku terlupakan.
Intinya dalam rumah tanggapun pasti ada kebahagiaan di dalamnya....

Tapi mengapa kesan garing gambaran sebuah rumah tangga masih saja melintas dibenakku waktu itu.

Cerita berganti...

Masa perkenalanku dengan Nyonyahku bisa dibilang singkat, namun satu hal yang pasti dan aku yakini dialah sosok yang tepat untuk diajak "ngedan bareng"...

Setiap pasangan pasti mempunyai panggilan tertentu untuk pasanganya, termasuk aku. Dalam keseharian kata sayang kupilih untuk memanggilnya, bahkan gak jarang aku memanggilnya thir (kenthir) dalam masa bercanda kami, belum lagi panggilan Dharmi sering kusebut untuknya.

Bahasa keseharian kami-pun adalah bahasa ajaib. Kami sering lho ngumpat bareng-bareng saat becanda. Jika sudah demikian semua bahasa ajaib akan keluar dimulut kami.
Kesannya gak punya etika ya? Tapi itulah kami saat dirumah.
Kami menjadi diri kami.

Namun panggilan-panggilan yang tidak bagus justru aku hindari saat aku sedang marah.

Panggilan terbaik untuk istriku yang kuberikan saat aku sedang marah atau tidak sepaham dengan apa yang telah dia lakukan.

Mengapa?

Alasanku simple....

Saat marah biasanya kata-kata yang keluar dari seseorang itu akan selalu diingat selamanya. Aku tidak mau istriku terluka dengan kalimat yang sudah ku ucapkan, apalagi ditambah dengan panggilan yang tidak bagus.
Harapanku adalah kalaupun aku marah, itu karena rasa sayang. Bukan memaki, mencaci ataupun menghina.
Itu!!

Well, sudah hampir setahun kami berumah tangga. Alhamdulillah perjalanan "ngedan bareng" masih kami jalani. Masih merasa bahwa kami bukan pasangan garing.
Terserah orang mau berkomentar apapaun, yang jelas kecantikan istriku hanya aku yang tau, dan juga sebaliknya. Serta keburukan istriku hanya aku yang tau, dan juga sebaliknya...
Kami sedang menguatkan pondasi rumah tangga kami. Kritikan kami anggap suatu masukan yang positif, tapi cemoohan bagi kami adalah wujud cemburu yang tidak perlu kami tanggapi hehehe....

So istriku, mari ngedan bareng...

Luv You....

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Filosofi Jawa Yu Beruk..

Basa Jawa Ndeso?