Dan kini.....

Menginjak awal kepala 3, pertanyaan yang biasa singgah menghampiri saat bertemu sanak saudara, bahkan teman seangkatan adalah "Kapan menikah?"
Dan saat pertanyaan itu muncul, pada waktu itu dengan  lantang kujawab "Hidup itu pilihan, jadi jangan ikut campur".
Secepat itu menjawab, tanpa berpikir panjang.
Bagaimana denganku sekarang, saat tiap detik dan tiap waktu usiaku akan bertambah..

2 Minggu lalu saat terbangun dari lelapku, dunia benar-benar berputar kurasakan, aku harus berusaha mati-matian untuk bisa bangun. Sendiri tanpa ada bantuan siapapun kutegarkan hati dan pikiranku untuk melawan semua bayangan kabur dan berputar saat kubuka mata ini. Sungguh perasaan cemas, bahkan panik mulai menyerang. Setiap mata ini terbuka, saat itu juga semua hal yang kulihat berasa berputar, spontan badan ini kuajak untuk tidur dan merebahkan diri kembali, namun bukannya aku merasa nyaman, justru panik menjadi-jadi saat aku merasa mau jatuh. Padahal aku masih di atas tempat tidurku yang berukuran King, serta pada posisi di tengah kasur, sehingga aku tidak bakalan jatuh dimanapun.
Vertigo yang telah lama tidak kuderita, tiba-tiba datang di pagiku, dan celakanya aku sendiri. 
Hanya ada aku...
Sendiri..

Tertatih kutuju kursi malasaku di depan TV, otakku tersadar akan sebuah artikel yang pernah kubaca bahwa jika serangan Vertigo datang seyogyanya dilawan dengan duduk, bukan dengan tidur. Benar saja sedikit banyak aku mulai bisa menemukan kembali kesadaranku, bahkan aku bisa memulai kembali beraktifitas.

Entah karena rasa lelah yang tidak kurasakan, atau memang cuaca Jogja yang tidak mendukung, akhirnya aku jatuh sakit. Aku tidak akan pernah menyalahkan virus Influenza yang menyerangku ini, namun aku sangat kecewa dengan diriku sendiri yang lupa menjaga kesehatan.

Flu bagi sebagian orang bukan masalah yang besar, minum obat di warung ditambah dengan mengkonsumsi makanan bergizi ditambah buah, serta cukup istirahat semua beres. Berhubung aku memiliki riwayat sakit Liver, untuk urusan Flu sering kali membuatku sangat tersiksa, selalu diawali dengan demam yang menyebalkan. 
Malam benar-benar saat yang menyedihkan, menghadapi demam sampai pagi, ditemani hawa dingin Jogja di suasana hujan. Sepertinya lengkap sudah semuanya. Pagi kuterbangun dengan demam yang masih setia dan seolah berkata "Met pagi Wang, aku masih menemanimu...."

Masa kanak-kanakku sering sekali sakit Flu, mungkin karena asupan gizi yang kurang bagus sehingga aku mudah sekali sakit. Biasanya Ibu paling rajin berusaha memberikan pengobatan "ajaib" padaku. Minyak kayu putih dicampur dengan bawang merah yang diparut. Campuran itu diblonyo ke seluruh badanku, bahkan di kepala. Jangan bertanya baunya, sangat tidak enak. Tapi ajaibnya obat satu itu seringkali menjadi hal yang menyembuhkanku.
Itu dulu..
Sedangkan pagi itu, aku sendiri..
Hanya ada aku..
Sendiri...

Setelah Vertigo, ditambah Influeenza, akhirnya badan ini benar-benar butuh beristirahat karena untuk berjalan aku masih merasa nggliyer. Belum juga semua penyakit itu hilang, derita ini masih harus ditambah dengan sakitnya tenggorokanku. Awalnya kupikir karena kebanyakan merokok ataupun radang tenggorokan biasa, namun seingatku setelah Flu kegiatan satu itu kuhentikan, namun herannya teenggorokanku berasa perih, bahkan jika untuk bersih nyeri yang kurasakan berasa nembus ke telinga. Sepertinya lebay ya tulisanku ini? Namun benar itulah yang kurasakan.
Kembali lagi aku harus ke Dokter untuk memeriksakan kondisi badanku, dan ternyata ada beberapa sariawan yang bersarang di tenggorokanku, kalo biasanya aku menderita sariawan di lidah dan bibir, kali ini tenggorokan yang diserang. Pantesan setengah mati rasanya..
Lengkaplah dengan 8 obat yang harus kuminum, 2 diantaranya obat yang paling tidak kusuka yaitu antibiotik..

Dalam sakit aku berpikir, betapa sangat menderitanya hidup tanpa ada siapapun dirumah, tidak ada yang bisa diajak berbagi, sangat hampa dan sepi. Bahkan terbersit suatu pertanyaan, untuk apa dan siapa aku kini bertahan hidup? Jika dulu aku harus bertanggung jawab kepada Bapak dan Ibu, terkadang betapa aku mengeluh akan beratnya tanggung jawab dan amanah yang aku harus pikul, namun ternyata saat amanah itu diambil oleh Allah SWT ternyata aku bukan suatu jiwa merdeka seutuhnya yang aku rasakan. Justru aku merasa kehilangan kendali. Aku berasa lepas tanpa tujuan. Aku butuh rasa tanggung jawab agar jiwaku damai.

Misteri hidup ini harus kujalani sendiri, berusaha menemukan jawaban dari semua hal yang tidak ku ketahui tanpa ada yang mendampingiku lagi.

Jika sekarang pertanyaa itu kembali datang, jawabanku adalah, 
"Hidup memang pilihanku, namun jika boleh memohon agar Allah SWT membimbingku agar hidupku menjadi bernilai ibadah, dan semoga kelak aku mendapat jodohku, agar ibadahku semakin sempurna".
Amien Ya Rabb.....





Komentar

Postingan populer dari blog ini

Filosofi Jawa Yu Beruk..

Basa Jawa Ndeso?