Arisan Tanggal 10 (sebuah memory Mami-ku..)

Pagi ini berencana setor tabungan ke BRI, maklum jika gaji terlalu lama di dompet artinya terlalu cepat menguap, padahal tagihan akan semakin cepat datang dan takut terabaikan hehehe..

BRI cabang yang biasa kudatangi adalah di daerah Jetis (depan Kranggan), sekalian jalan saat nebus DO di Mandiri Sudirman. Ternyata Bank tersebut sudah pindah di daerah P.Mangkubumi (sekarang bernama Jl. Margo Utomo). Tempat tersebut tidak begitu asing karena dulu kalo tidak salah bekas Optic.

Masuk ruangan sejuk, mata ini melihat sesosok Ibu-Ibu yang sedang mengambil pensiun, diantarkan kedua putranya. Ingatanku langsung kepada Alm.Ibu, karena seingatku beliau adalah teman dari Alm.Ibu.
Ibu tersebut duduk tepat disebelahku.
"Nuwun sewu, menawi mboten klentu, dalem-ipun wonten AM. Sangaji njih Bu??", tanyaku kepada Ibu tersebut.
"Injih mas leres...", jawabnya,
"Nuwun sewu mas sinten njih...??", tanyanya.
"Kulo putranipun Bu Nik....", jawabku singkat.
Dan obrolan demi obrolan mengalir. Ibu tersebut bernama Ibu Haryono.

Masa Sekolah Dasar dulu Ibu tiap tanggal 10 selalu mengajakku ke rumah beliau. Rumahnya pas tepi jalan di Jl. AM. Sangaji. Rumah bagus memiliki halaman yang ditumbuhi pohon delima. Beliau adalah penyelenggara dan penanggung jawab arisan yang diadakan setiap tanggal 10 pada tiap bulanya. Ibu adalah salah satu anggotanya. Masih teringat dulu, saat menjelang tanggal 10 kami berdoa lebih khusuk dari tanggal-tanggal sebelumnya. Harapannya agar Ibu dapat arisan hahahahahaha... 
Do'a yang sedikit ajaib...
Bu Haryono ini dulu putra-putranya adalah bekas murid alm.Ibu, beliau memiliki koleksi perabot kayu yang unik-unik, masih ada dalam benakku betapa semua koleksinya semua dari kayu jati, sampai guci-nyapun kayu jati.
Rumah yang dulu memiliki halaman cukup lebar tersebut kini kepotong pelebaran jalan. Pohon delima itu tidak lagi nampak.

Obrolan kami menjadi sedikit mengharu biru saat beliau tau Ibu sudah meninggal, dan semakin sendu saat mengetahui Bapak-pun tak lama menyusul kepergian Ibu. 
Pohon delima dan tanggal 10 itu masih selalu mengingatkanku saat melintas di depan rumah Bu Haryono. Pohon yang berbuah banyak. Dulu aku sering minta buah yang ribet dimakan tersebut.
Kata Bu Haryono,
"Buah delima tersebut jarang tidak berbuah, selalu berbuah lebat. Selalu saja ada orang yang minta, entah butuh atau sekedar pengen. Namun jika memang sudah "layak" dipetik biasanya saya berikan mas. Kata orang, tanaman itu jika buahnya sering dibagikan, maka akan sering keluar buah-buah lainnya. Demikian juga hidup, akan lebih bermanfaat jika berguna untuk orang lain, banyak yang mendoakan...".
Sebuah filosofi yang luar biasa...

Bu Haryono telah selesai keperluanya di BRI, dan bersiap meningalkan tempat. Sebuah ciuman beliau berikan di pipiku sambil berbisik,
"Saya langsung ingat, mas ini satu-satunya putranya Bu Nik ya, yang dulu beliau adopsi saat masuk di bangku SD kelas 2". Beliau berkaca-kaca, entah apa yang ada dalam benaknya.
Genggaman hangat tangan-nya-pun dilepas, sambil sebuah senyuman di bibirnya.
"Bu Nik ki priyayine sae mas, saestu....", kalimat terakhir itu keluar terakhir darinya sambil menuju pintu keluar.

Ahhhh Mam, pagi ini aku ketemu temanmu lho, teman arisan tanggal 10 yang memiliki pohon delima di pekarangannya..

Love You Mom.....



Komentar

Postingan populer dari blog ini

Filosofi Jawa Yu Beruk..

Basa Jawa Ndeso?