Menari Klasik

Jaman masih duduk di bangku Sekolah Dasar, urusan menghapalkan gerak di dunia tari menari bukanlah perkara sulit buatku. Mata pelajaran Kesenian adalah mata pelajaran paling gampang aku pelajari. Otak kanan masih oke menerima semua pelajaran hapalan. Banyak yang bilang aku menari dengan luwes, enerjik, lincah, membinal, liar hahahaha...
Sekarang!!??
Saking lamanya menggunakan otak kiri, bukan perkara mudah lagi menerima materi ragam gerakan.

Itu hal pertama yang aku rasakan beberapa hari ini. Berusaha menjadi siswa di Ndalem Pujokusuman dari "nul puthul" istilah dari kelas nol banget (*dibaca awam sangattt). Kelas sudah dimulai sejak awal Januari lalu, sedangkan aku baru masuk awal Februari, itupun karena peran salah satu teman baik. Bisa kebayang jika seMinggu masuk duakali, artinya aku sudah ketinggalan 8 kali pertemuan. Gerakanku grotal gratul, seblakan sampur salah, tendangan salah sasaran, bahkan gelungan modal madul itu biasaaa.....
Apapun itu sikat saja.

Tari Klasik Jawa akhirnya kupilih sebagai kegiatan alternatif untuk olahraga sekaligus membuang stress dan energi menggalau tingkat kecamatan Tegalrejo qiqiqiqi. Jangan pernah berpikir dalam gerakan halus tersebut tidak mengeluarkan tenaga yang berat. Secara kasat mata memang terkesan klemak klemek dan halus, tapi tahukah anda ada kaki yang harus menahan dengan kuda-kuda sempurna, dan juga betapa pantat rasanya mau lepas saat mempelajarinya, belum lagi tangan dan kaki mau melarikan diri dari otot-otot ketampananku. Bahkan nyawa taruhannya *uopohhhh iki







Ndalem Pujokusuman


Berhenti?
Rasanya aku menikmati dunia tersebut. Dunia yang dulu pernah membawaku dalam pundi-pundi uang yang bisa membuatku mandiri. Hanya beda-nya kalo dulu menari karena mencari bayaran, sekarang menari mencari keringat dan kesehatan. Jika dulu tek jing tek jing dengan penampilan glamour, sekarang ndang gling ndang gling lebih halus dan membumi.
Bahkan kita akan dapat ilmu adi luhung sopan santun serta tata krama adat Jawa disini.
(Ora oleh pecicilan camkan!!!)

Secara hitungan koreo, rasanya hampir mirip saat harus berhitung dengan angka 1 sampai dengan 8, namun bedanya seringkali pada Tari Klasik "rasa" lebih dominan yang harus dimainkan. Tidak semua gerakan bisa serta-merta bisa dihitung, tapi ada saat harus konsen dengan pas irama mana kaki ini harus junjung atau tekuk, kapan tangan harus nylekanting, dan sebagainya.

Dari keterlambatan masuk, dan menurunnya kapasitas kepandaian, sekarang harus berani malu saat pating grusak menari, its okay.... Semua bisa diaturrr hahahaha...
Well akhirnya kembali membumi dan nguri-nguri budaya Jawi.
Karena banyak kebaikan dari pelajaran Jawa yang bisa didapatkan disini..

Salam..


Komentar

Postingan populer dari blog ini

Filosofi Jawa Yu Beruk..

Basa Jawa Ndeso?