Bukan Cerita Cabul 2..


Tiba-tiba ingin menulis pengalamanku yang telah begitu lama, namun masih cukup membekas ini.

Seringnya orang mengeluh akan beratnya suatu beban yang harus dijalani dalam hidup ini, dan mudah sekali hilang keluhan tersebut saat melihat penderitaan seseorang yang dinilai lebih berat. Tapi mungkinkan yang kita anggap berat bagi orang lain, dia juga merasa berat? Bagaimana jika dia justru bisa menikmatinya, bahkan bisa mensyukurinya?

Dulu aku memiliki kebiasaan buruk saat terjaga tengah malam. Seringnya terlelap dalam tidur tanpa mimpi dan juga gangguan, begitu terjaga langsung susah tidur. Jika sudah begini satu-satunya cara adalah keluar rumah, mencari udara segar. Biasanya kantuk kembali datang disaat badan sudah merasa nyaman hanya dengan tertiup angin. Aneh ya? Serahhlahhhh...

Pernah suatu ketika jam 2 pagi terbangun hanya karena suara kucing berantem diatas kamarku, yang kebetulan kamarku pas talang air. Bahan talang yang terbuat dari seng membuat suara luar biasa berisik dengan pergulatan si kucing sialan tersebut. Bergegas ke luar rumah sambil membawa segayung air, disiramkan ke atas talang, dan berhasil. Sepasang kucing pecinta tinju itupun pergi (mungkin mencari atap rumah yang lain sebagai ring, hihihi).

Si kucing pergi, dan aku dengan mata melototku susah untuk tertidur lagi. Kalo sudah begini saatnya jalan keluar rumah, seperti biasanya.
Saat itu  Tahun 1998  masih kutempuh kuliah di FE UMY ekstensi malam (sayang gak kelar!! CATAT!!!). Berhubung jaman tersebut aku belum memiliki kendaraan, seringnya meminjam motor yang biasa dipergunakan Mbakku untuk bekerja. Mbakku ini tidak tinggal serumah denganku, karena aku tinggal dengan Orang Tua angkat.
Motor belum kukembalikan sepulang kuliah, artinya pagi dini hari tersebut aku bisa keluar mencari angin mengendarai Honda Astrea Star.
Muter-muter menyusuri jalan Jogja tanpa tujuan, hingga akhirnya menemukan warung Angkringan yang masih buka di seputaran Stasiun Lempuyangan.

Udara dingin membuat pikiranku memilih susu jahe sebagai teman nongkrongku pagi tersebut. Di seberang jalan terdapat pintu masuk ke lahan luas, dimana biasa dipergunakan oleh beberapa orang tua yang sengaja mengajak anak-anaknya untuk sekedar melihat dan bermain Kereta Api.
Tapi itu berlaku saat sore hari..
Bagaimana jika jam 2 pagi lebih?

Mata ini dibuat heran dengan beberapa motor yang masuk kesana dan ajaib menghilang dibalik semak-semak, rasa penasaranku muncul. Selesai menghabiskan susu jahe, kubayar, langsung memasuki halaman tersebut.

Ternyata luar biasa...

Awalnya mata ini harus menyesuaikan beberapa lama agar bisa melihat dengan semua hal yang ada di halaman stasiun tersebut. Sesekali motor datang dan pergi. Awalnya aku masih tidak mengerti akan keajaiban tempat itu, dimana bisa menghilangkan motor secara ajaib di balik semak-semak.
Ternyata.... (tidak perlu kuceritakan disini detailnya, karena cerita macam ini mudah didapat pada blog cabul..).

Mata yang kuharapkan terkantuk ternyata menjadi terang benderang, kurang lebih jam 2.30 pagi saat tiba-tiba aku dihampiri sesosok perempuan yang berdandan luar biasa menor, untuk menutupi usia aslinya (aduh mbak, mbok tak dandani mesti luwih ayu hahahahaha). Datang dengan kemayunya, dan menawarkan diri, cukup sopan tapi maut *piye jal???
Berhubung memang bukan keinginanku untuk aneh-aneh (dan ra duwe duwit), maka tawarannyapun kutolak. Kupikir saat itu dia langsung pergi, namun justru dia duduk disebelahku diatas tumpukan kayu-kayu bekas bongkaran bantalan rel. Fasih dia hembuskan asap rokok ke udara, sembari matanya liar mencari teman kencan yang dia sebut "tamu".

Obrolan ringan terjalin, dan membuatku merinding. Betapa dia menjadi kupu-kupu malam demi bisa bertahan hidup. Terdengar klise ya? Tapi kenyataanya memang itu dalam arti sesungguhnya. Dari ceritanya, dia dibawa ke Jogja atas perintah suaminya yang seorang preman, mempunyai kebiasaan berjudi dan mabok. Itu sebabnya dia harus mencari uang demi memuaskan nafsu suaminya, serta terbebas dari ancaman pembunuhan yang kerap dia dengar.
Semua kisah cinta konyolnya saat awal bertemu membuat akal sehatnya tumpul sehingga tidak tau semua kebusukan suaminya yang memiliki topeng paras tampan yang akhirnya mensengsarakannya setelah menikah, itu katanya.
Alih-alih kabur, namun sayang anaknya selalu tidak mudah dilepaskan oleh suaminya, jadilah dia menjajakan diri di tempat ini, karena mencari uang banyak yang mudah tanpa harus pusing dengan modal ijazahnya yang hanya SMP ya disini. Masalah keamanan dia bilang todak begitu takut, karena suaminya seorang preman (hmmm cukup masuk akal).

Percakapan terhenti saat ada motor butut yang masuk di halaman dan memparkirkan di dekat semak-semak, berjalanlah dia menemui orang yang dia harapkan sebagai tamu, dan benar saja bagaikan sulap akhirnya mereka menghilang di semak-semak.
Pemandangan yang ganjil, saat Kereta melintas dan menampakkan siluet dalam gelapnya malam dengan sorot lampunya barusan..

Tak lama kemudian, perempuan itu muncul lagi dan menuju ke warung Angkringan sebrang jalan tempat dimana tadi aku membeli Susu Jahe.
Kembali di sebelahku dia membawa 2 plastik teh hangat, yang satu dia berikan kepadaku.
Yang terjadi adalah perasaan campur aduk, saat harus menerima plastik yang dia pegang, berisi minuman, yang dia beli dari hasil "begituan".
Demi menghormatinya, aku tetap terima minuman tersebut, walaupun hanya kupegang (mual pemirsah...).
Heran dengan apa yang dia lakukan barusan, kenapa memberiku minuman, padahal aku yakin akan mengurangi uang yang dia miliki, dan jawaban dia diluar dugaanku (kurang lebih seperti ini, maklum sudah lama sekali, namun masih kuingat)

"Mas, aku ini bukan orang baik. Mas mau saya ajak ngobrol saja, saya sudah senang, biasanya orang hanya menganggap saya selayaknya comberan. Hampir semua yang datang ke sini selalu bersikap merendahkanya. Sejak kecil, walaupun kami tidak punya diajarkan untuk berbagi, sedih jika ingat nasehat orang tua yang tidak pernah saya dengarkan. Sekarang saya punya anak, saya hanya berharap nasibnya lebih beruntung dari saya. Saya tidak peduli jika besok harus menerima gamparan suami saya kalo membawa uang sedikit, sudah biasa mas. Yang penting niatan saya baik, itupun kalo mas mau menerima minuman itu, jika tidak juga gak masalah", katanya sambil tersenyum.

Krik krik krik *jangkring ikut gabung rupanya..

Wow...

Beberapa obrolan tentang kisah hidupnya dia ceritakan dengan panjang kali lebar sama dengan luas. Tanpa bermaksud meng-iba, ataupun belas kasihan.

Cerita kamipun terhenti saat Adzan Subuh, saat aku harus kembali kerumah dengan kantong plastik berisi teh yang telah dingin, dan belum kuminum.
Maaf mbak aku yakin niatanmu baik, tapi rasanya tidak tega. Apalagi saat kau cerita tadi hanya menggunakan tanganmu untuk memuaskan "tamu-mu".

Satu hal yang aku salut padanya, keinginanya untuk berbagi. Apapun itu penilaian anda akan tulisan ini. Dimataku, ada ketulusan padanya. Hal yang sudah sangat jarang ada di dunia ini. Memberi dengan tulus, tanpa memikirkan diterima atau tidak pemberian tersebut. Suatu hal yang sering menyentil hatiku, bisakah setulus itu? Bisakah berbagi tanpa mengharap kembalian lebih?

Tempat itu sekarang sudah lebih bersih dan rapi, pintu yang dulu terbiasa untuk lalu lalang ajaib telah digembok dan rantai, semak-semak terbabat habis dan menjadi arena permainan anak-anak di sore hari.

Apa khabarmu mbak? Semoga Tuhan selalu memudahkan hidupmu, siapapun kamu, kamu adalah juga ciptaan-Nya. Yakinlah suatu hari nanti kau akan bisa hidup seperti keinginanmu (atau mungkin sudah? Karena kurun waktu yang cukup lama), apapun itu aku salut denganmu.

Maaf kubuang  minuman pemberianmi, otakku berpikir bahwa pasti kau belum cuci tangan saat memberikan sebungkus plastik teh hangat tersebut...






Komentar

Postingan populer dari blog ini

Filosofi Jawa Yu Beruk..

Basa Jawa Ndeso?