TANAH PETAKA I

Saat itu umurnya baru 17 Tahun ketika diajak oleh Bapak dan Simbok untuk bertemu dengan perangkat desa dan disuruh utnuk membubuhkan tanda tangan pada sebuah kertas yang berisi tulisan yang dia tidak berusaha mengetahui isinya. Dia gadis yang cukup lugu waktu itu.

Waktu berlalu, sang gadis sudah tumbuh dewasa dan telah memiliki suami, tumbuh menjadi perempuan dewasa dan matang, Meskipun sudah berumah tangga, atas permintaan orangtuanya dia dan suami tetap tinggal di rumah yang telah ditempatinya sejak kecil. Rumah yang memberi arti dalam hidupnya. 

Sebenarnya dia buka anak kandung dari Bapak dan Simbok, dia adalah anak tetangga. Semasa masih menjadi gadis kecil dia acap kali sakit-sakitan dan rewel ketika tinggal bersama kedua orang tua kandungnya, namun anehnya bila diasuh oleh Bapak dan Simbok dia berubah menjadi nurut dan manut. Dan itu berjalan cukup lama, sampai ayah dan ibu kandungnya memberinya 4 orang adik, dan dia benar-benar diasuh oleh Bapak dan Simbok.

Demi sebuah pengabdian, disaat Bapak dan Simbok sudah sepuh, giliranya untuk merawat kedua Orang Tua Sepuh tersebut. Hal ini dikarenakan Bapak dan Simbok tidak memiliki anak kandung. 

Pasca menikah sang Suami dengan kerja kerasnya telah berhasil mengumpulan materi  untuk mewujudkan keinginan memiliki rumah sendiri. Saat Bapak dan Simbok masih hidup, rumah impian itupun telah mereka miliki, namun belum ditempati dikarenakan jarak yag jauh dan keinginan untuk tetap bisa merawat Bapak dan Simbok di masa tuanya.

Perlahan-lahan usia bertambah setiap waktu, Bapak dan Simbok akhirnya meninngal dunia. Yang tersisa adalah rumah yang ditinggali oleh Perempuan dan Suaminya.

Ternyata tanda tangan yang dibubuhkan-nya saat dia masih gadis sekolah berbuntut masalah sekarang. Saudara jauh dari Bapak dan Simbok memperkarakan atas tanah warisan yang telah diatas namakan Perempuan tersebut. Dengan segala daya upaya upaya ternyata kabar untuk menuntut itu bukan hanya isapan jempol, namun benar-benar terjadi dan dilakukan.

Perempuan tersebut harus melalui hari-harinya di ruang sidang. Sesuatu yang tidak pernah dibayangkan sebelumnya. Dukungan dari Suami dan adik-adiknya membuat dia tegar. Benar saja, tak sedikit waktu dan tenaga yang terkuras untuk kasus tersebut, bahkan materi. Dengan keyakinan yang kuat, disertai bukti-bukti yang ada akhirnya Pengadilan Agama memenangkan Perempuan tersebut. Untuk sementara sedikit bernafas lega, karena Putusan Sidang dimenangkan. Dari lubuk hatinya yang paling dalam, sebenarnya dia ingin memberikan sebagian dari tanah kepada saudara jauh Bapak dan Simbok tersebut. Namun dikarenakan cara arogan yang disampaikan dan sikap kurang simpatik Saudara Jauh membuat dibatalkan keinginan tersebut.

Selesaikah urusannya???

Jawabannya belum.. Ini dikarenakan pada saat ini Perempuan itu harus menjalani sidang kembali dikarenakan Sodara Jauh kembali menggugat di Pengadilan Negeri, setelah sebelumnya kalah di Pengadilan Agama.

Perempuan tersebut merasa sangat lelah fisik dan bathin dengan urusan hak waris tersebut, karena dia tidak menyangka bahwa akibat tanda tangan yang telah tertera akan berbuntut sepanjang ini...

Disisi lain, si Saudara Jauh punya pemikiran sendiri, bahwasanya dia harus melakukan semua ini dikarenakan dia masih punya tanggungan anak-anak dan juga menantu yang harus dia hidupi...

Sabar ya Sist.......


Komentar

Postingan populer dari blog ini

Filosofi Jawa Yu Beruk..

Basa Jawa Ndeso?